Friday, February 27, 2009

Serutan kayu 23/02/09

"kesal akan waktu, jarak, dan tempat"



tak terpakai
terbuang begitu saja
ingin menjadi berguna
namun tak berdaya

celoteh anak itu, seperti macan gurun
gadis manis terlihat sempurna dengan gaun
tapak demi tapak, menghilang perlahan
terlihat jelas, mengeringnya dahan

dilewati tahap demi tahap
semakin terasa tak dianggap
hawa panas semakin meluas
tak sedikitpun tawa terlintas

hidup beratap namun tak beralas

wahai serutan kayu
engkau tidak berulah, juga tidak salah
namun mereka menggeluti, dan menyapu mu
engkau tenggelam akan masa silam

wahai serutan kayu,
ternyata engkau adalah aku


-Riphat

1 comment:

Anonymous said...

halo riphat yang keren , sajak2nya sudah banyak ya, tapi beneran ni mau jadi penyair? sumpe?. semoga aku gak terlalu terburu2 berkata bahwa kamu berbakat, tapi dalam tulisanmu aku merasakan (sedikit) "gairah" itu, "bakat" itu (yang tentu saja mesti diolah lagi). dalam proses belajarku selama ini, ada satu hal yang aku pelajari, hal itu adalah: penguasaan berbahasa, hal ini adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi penyair.sebab karya seni yang akan dibuat oleh penyair__bahan dasarnya adalah kata-kata, sebagaimana pelukis menciptakan karya seni dengan bahan dasar kanvas, kuat dan cat. di beberapa sajakmu, aku melihat kemampuanmu membangun "setting" dan ini adalah modal. kebanyakan teman2 yang baru memulai menulis, kurang dalam hal ini. mencurahkan isi hati di dalam puisi adalah tidak salah, tetapi memperlakukan puisi hanya sebagai tempat curhat adalah kurang tepat. ok pren, ntar aku lanjutin lagi ya. oh iya, riphat pernah membaca puisi karya penyair indonesia? atau penyair negara lain? tertarik?. gracias senor. (ipm)